Bangkitnya Ekonomi Kreatif Wisata Bahari
Oleh
Rahmat Pramulya
Sebagai negara maritim dengan 75 persen wilayahnya adalah laut dan 17.000 pulau, Indonesia berpotensi sebagai salah satu negara tujuan atau destinasi wisata bahari kelas dunia. Keanekaragaman alam, flora dan fauna, serta tanaman laut yang tersebar di seluruh wilayah merupakan potensi luar biasa yang bisa dijual.
Peluang ini semakin diperkuat dengan perubahan paradigma pariwisata internasional yang mengarah pada minat khusus, termasuk wisata bahari. Potensi wisata bahari Indonesia yang ditawarkan untuk dikelola secara profesional selama ini antara lain taman nasional laut, taman wisata laut, suaka alam laut, suaka margasatwa laut, dan situs peninggalan budaya bawah air. Potensi itu tersebar di wilayah seluas 5,6 juta hektare.
Pariwisata bahari memiliki masa depan yang menjanjikan untuk menunjang pembangunan kelautan. Dari berbagai kajian, wisata bahari adalah sektor yang paling efisien dalam bidang kelautan sehingga wajar jika pengembangannya menjadi prioritas.
Objek-objek utama yang menjadi potensi pariwisata bahari terutama adalah wisata bisnis (business tourism), wisata pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (eco tourism) dan wisata olahraga (sport tourism). Dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, prospek pariwisata bahari Indonesia diproyeksikan akan membe-rikan devisa sebesar US$ 13,80 miliar (Tridoyo Kusumastanto, 2002).
Sayangnya, potensi wisata bahari yang demikian besar di negeri ini tidak diikuti dengan program promosi yang baik. Belum adanya kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat dan swasta menyebabkan wisata bahari di Indonesia belum berkembang dengan baik. Meskipun banyak pihak yang bergerak dalam industri ini, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masing-masing pihak bergerak sendiri-sendiri.
Pengembangan Industri Kreatif
Strategi promosi yang tidak jelas serta belum berorientasi pasar, rendahnya brand awareness terhadap produk-produk wisata bahari, belum jelasnya target konsumen, segmentasi dan posisi pasar, belum adanya konsep yang jelas mengenai batasan daya dukung lingkungan terhadap wisata bahari, SDM sektor pariwisata yang ada belum memenuhi standar mutu dan profesionalisme di bidangnya adalah deretan persoalan yang dihadapi dalam pengembangan wisata bahari.
Hal lain yang turut menghambat perkembangan wisata bahari di Tanah Air adalah belum seragamnya aturan pemerintah di tingkat daerah terkait wisata bahari, belum adanya perangkat kekuatan hukum untuk mengatur perizinan usaha wisata bahari milik swasta di suatu kawasan wisata, iklim usaha dan investasi di Indonesia yang kurang kondusif, budaya sanitasi masyarakat yang masih tradisional maupun berbagai kerusakan lingkungan yang disebabkan aktivitas manusia.
Padahal, kegiatan pariwisata bahari jelas akan memberikan manfaat dalam meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir di wilayah tersebut. Tambahan pendapatan ini karena bertambahnya jumlah usaha untuk mendukung kegiatan pariwisata. Jika sebelum berkembangnya kegiatan pariwisata, usaha masyarakat bisa jadi hanya bertumpu pada sektor perikanan, namun seiring dengan berkembangnya wisata bahari tak sedikit anggota masyarakat yang mempunyai usaha lebih dari satu. Satu keluarga ada yang bekerja sebagai nelayan, petani rumput laut, jasa perahu, warung suvenir maupun warung kebutuhan pokok.
Wisata bahari akan memberikan dampak terhadap pengembangan industri kreatif seperti perhotelan (penginapan), industri kerajinan (cendera mata) dan sebagainya. Selanjutnya industri-industri ini akan berdampak pada sektor-sektor lain seperti industri restoran yang akan berdampak pada pertanian, industri jasa perjalanan berdampak pada usaha catering dan sebagainya. Pengembangan wisata bahari akan mendorong munculnya berbagai aktivitas ekonomi kecil seperti kedai minum, restoran kecil, toko/warung cendera mata, jasa penyewaan peralatan snorkling, diving, jetski, boat, jasa penyewaan motor, mobil, penyedia translater, warung internet, warung telepon, pedangan asongan, pedagang buah kelapa dan kegiatan ekonomi lainnya.
Penyerapan Tenaga Kerja
Jelas bahwa penyelenggaraan wisata bahari akan memberikan multiplier effect ekonomi melalui peningkatan permintaan terhadap produk, tenaga kerja dan pendapatan masyarakat maupun wilayah yang akan tercermin dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), pendapatan per kapita, produk domestik regional bruto (PDRB), meningkatnya kesejahteraan masyarakat, serta pemberdayaan koperasi dan UKM.
Dengan jumlah kabupaten/kota yang terletak di kawasan pesisir sekitar 250 maka pengembangan pariwisata bahari akan membawa dampak langsung yang besar terhadap pendapatan masyarakat lokal maupun pemerintah daerah.
Menjadi perlu juga untuk dipikirkan adalah pemberian peran yang lebih besar kepada pelaku usaha kecil menengah baik yang berupa koperasi maupun badan usaha. Koperasi perlu diarahkan menjadi klaster (usaha yang sejenis dan satu mata rantai, dari bahan baku, produksi sampai pemasaran) yang akan menumbuhkan iklim usaha yang kompetitif dan kondusif. Kompetitif karena dalam klaster yang sama sehingga menciptakan spesialisasi antaranggotanya. Kondusif karena usaha diwadahi dalam satu wadah, yaitu koperasi.
Pengembangan wisata bahari juga akan memberikan efek sosial berupa pengurangan tindak kriminal. Penyerapan tenaga kerja jelas akan mengurangi pengangguran serta mengurangi tindak kriminal, sebab hampir semua usia produktif yang berdomisili di kawasan sekitar arena wisata bahari akan mempunyai pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing.
Namun demikian, perlu diwaspadai jangan sampai semua harapan tersebut tak terwujud lantaran kegiatan pariwisata masih dominan dikuasi para investor dari luar daerah tersebut.
Untuk itu masyarakat di sekitar lokasi harus terus didorong untuk terlibat dalam berbagai kegiatan ekonomi kreatif tersebut sehingga dampak dari penyelenggaraan wisata bahari betul-betul dirasakan masyarakat sekitarnya.
Penulis adalah Manajer Pengembangan Agriswadaya Foundation. Instruktur Pemberdayaan UMKM. Sedang menempuh program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB.