TETESAN KEMAKMURAN
Oleh : Syamsuri FE/75
Ketika masih duduk di bangku kuliah, tentunya di Jember bukan di manca negara, bahwa ada mata kuliah makro ekonomi, yang menerangkan tentang ”trickle down effect” (efek ke bawah -- kemakmuran). Begitu dahsyatnya kalau teori tersebut bisa terlaksana dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Sayang sekali, kegagalan pembangunan ekonomi Orde Baru, yang gembar-gembor pakai pendekatan kemakmuran rakyat, dengan jargon ”trickle down effect”, tidak terjadi, bahkan menimbulkan ketimpangan dan kesenjangan ekonomi, serta kecemburuan sosial...
Kita sangat paham kalau perkembangan ekonomi yang membaik juga melahirkan paradoks. Justru pesatnya perkembangan ekonomi saat ini yang bisa mengalami ”trickle up effect” (efek ke atas -- kemakmuran). Hasilnya tidak dinikmati secara merata, melainkan hanyalah segelintir orang kaya. Maksudnya pertumbuhan ekonomi hanya diuntungkan bagi masyarakat kaya.
Indikator tersebut diatas, setidaknya dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi yang melaju pesat, sementara kemiskinan dan pengangguran tidak beranjak turun, bahkan cenderung naik. Sedangkan dari sisi lain, beberapa industri mencatat kemajuan produksi, seperti sepeda motor,elektronik, mobil. Jelas adanya kenaikan penjualan, lantas siapa yang menikmati perkembangan ekonomi tersebut?Investor atau rakyat?
Penyebab ”trickle up effect” antara lain belum teratasinya secara komprehensif dan menyeluruh persoalan struktural pada saat krisis ekonomi. Dan akibat program penyesuaian ekonomi yang dilakukan oleh Dana Moneter Internasional (IMF). Tentu sangat berbeda dengan ”trickle down effect” , yakni dalam konteks menetes ke bawah, berarti pertumbuhan ekonomi sekian persen, bisa menciptakan lapangan kerja sekian ratus ribu yang turut mensejahterakan masyarakat.
Mencermati persoalan perekonomian ini, pemerintah bisa melakukan dengan memberi akses pasar dan permodalan ke masyarakat, khususnya dunia usaha yang terpinggirkan saat ini. Seperti sektor informal, usaha kecil, koperasi yang selama ini lebih banyak digeluti oleh masyarakat luas, harus dikembangkan dan dijaga kelangsungan hidupnya.
Pemerintah yang mempunyai kekuatan intervensi kebijakan, tentu pembukaan akses pasar dan permodalan bagi kalangan masyarakat bawah (yang termarginalkan), sudah saatnya dibuktikan. Bukan sekedar dalam pidato kenegaraan maupun kunjungan ke daerah miskin. Paling tidak, pemerintah harus mengupayakan secara konsisten agar Usaha Kecil dan Menengah (UKM), yang memiliki peran strategis dalam tatanan perekonomian kita, terutama dalam mengurangi kemiskinan, agar bisa feasible untuk dibiayai oleh perbankan.
Kenapa sektor UKM perlu terus menerus didorong untuk laju berkembang ? Karena pertarungan ekonomi di lapangan, dinilai sudah tidak seimbang lagi. Situasi pasar, sudah mengarah kepada hegemoni para kapitalis. Maka, peran UKM disamping bisa melibatkan banyak orang, usaha ini juga bisa dilakukan secara bersama-sama. Ini perlu secara terus menerus dikomunikasikan (publikasi) ke khalayak luas. Dari informasi ini, akan tumbuh gairah usaha dan perkembangannya secara menyeluruh.
Peningkatan ekonomi yang lebih riil saat ini memang masih ditunggu rakyat. Untuk mencapai itu, pemerintah harus mempertegas kebijakan yang berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi mikro. Kita masih ingat selalu, kalau meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan dan kebijakan kenaikan harga BBM.
Fakta selama dekade terakhir ini, pendapatan per kapita Indonesia masih paling rendah dibandingkan Malaysia, Vietnam, Thailand, Korea dan China. Padahal negara tersebut juga mengalami krisis ekonomi yang sama. Terus kapan bangsa Indonesia bisa menikmati kemakmuran yang sejati, seperti petuah ”trickle down effect”. Rakyat sangat setia menunggu ”tetesan kemakmuran”, ibarat nunggu ”Ratu Adil” (Syams)
|
Top of Form
0 Comments:
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda